Sabtu, 04 November 2017

Sikap kita terhadap Al-Quran



11.       Meyakininya
22.       Membacanya
-          Dari shahabat Abu Umamah Al-Bahili radhiallahu ‘anhu : Saya mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya:
"Bacalah oleh kalian Al-Qur`an. Karena ia (Al-Qur`an) akan datang pada Hari Kiamat kelak sebagai pemberi syafa’at bagi orang-orang yang rajin membacanya." (HR. Muslim: 804)

-          Dari Ibnu Abbas r.a., beliau mengatakan ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah saw. “Wahai Rasulullah, amalan apakah yang paling dicintai Allah?” Beliau menjawab, “Al-hal wal murtahal.” Orang ini bertanya lagi, “Apa itu al-hal wal murtahal, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Yaitu yang membaca Al-Qur’an dari awal hingga akhir. Setiap kali selesai ia mengulanginya lagi dari awal.” (HR. Tirmidzi)
-          Dari Usman bin Affan ra, Rasulullah saw. bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Tirmidzi)
-          Dari Aisyah ra, berkata; bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Orang yang membaca Al-Qur’an dan ia mahir membacanya, maka kelak ia akan bersama para malaikat yang mulia lagi taat kepada Allah.” (HR. Bukhari Muslim)
-          Dari Abdullah bin Amru bin Ash, dari Rasulullah saw., beliau berkata, “Puasalah tiga hari dalam satu bulan.” Aku berkata, “Aku mampu untuk lebih banyak dari itu, wahai Rasulullah.” Namun beliau tetap melarang, hingga akhirnya beliau mengatakan, “Puasalah sehari dan berbukalah sehari, dan bacalah Al-Qur’an (khatamkanlah) dalam sebulan.” Aku berkata, “Aku mampu lebih dari itu, wahai Rasulullah?” Beliau terus malarang hingga batas tiga hari. (HR. Bukhari)
-          Dari Umar bin Khatab ra. Rasulullah saw. bersabda,: “Sesungguhnya Allah SWT. akan mengangkat derajat suatu kaum dengan kitab ini (Al-Qur’an), dengan dengannya pula Allah akan merendahkan kaum yang lain.” (HR. Muslim)
-          “Dan orang yang membaca Al-Qur’an, sedang ia masih terbata-bata lagi berat dalam membacanya, maka ia akan mendapatkan dua pahala.” (HR. Bukhari Muslim)
-          "Barangsiapa membaca satu huruf dari Kitabullah (Al Qur`an), maka baginya satu pahala kebaikan & satu pahala kebaikan akan dilipat gandakan menjadi sepuluh kali, aku tak mengatakan ALIF LAAM MIIM itu satu huruf, akan tetapi ALIF satu huruf, LAAM satu huruf & MIIM satu huruf." (HR. Tirmidzi:2835)

33.       Menghafalkan
Dari Abdillah bin Amr bin ‘Ash dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Akan dikatakan kepada shahib Al Qur’an, “Bacalah dan naiklah serta tartilkan sebagaimana engkau dulu mentartilkan Al Qur’an di dunia, sesungguhnya kedudukanmu di akhir ayat yang kau baca.” (HR. Abu Daud dan Turmudzi)
4
44.       Mentadaburri
55.       Mengamalkan

Rabu, 24 Mei 2017

Urgensi Menghafal Al-Quran




1. Al-Qur'an sebagai Minhajul Hayah.
2. Ilmu adalah dengan dihafal
3. Keutamaan Menghafal Al-Quran
”Sebaik-baik orang diantara kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari).
“Orang yang tidak mempunyai hafalan Al Qur’an sedikit pun adalah seperti rumah kumuh yang mau runtuh (HR. Tirmidzi)
3.1. Menghafal menambah kecerdasan
- Einstein
3.2. Menjadi Syafaat di hari Kiamat
Al Qur’an akan menjadi penolong (syafa’at) bagi penghafal .Dari Abi Umamah ra. ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Bacalah olehmu Al Qur’an, sesungguhnya ia akan menjadi pemberi syafa’at pada hari kiamat bagi para pembacanya (penghafalnya).”" (HR. Muslim)
3.3. Berhak menjadi imam dan pemimpin
Kepada hafizh Al Qur’an, Rasul SAW menetapkan berhak menjadi imam shalat berjama’ah. Rasulullah SAW bersabda, “Yang menjadi imam suatu kaum adalah yang paling banyak hafalannya.” (HR. Muslim)
- Nabi Saw memberikan amanat pada para hafizh dengan mengangkatnya sebagai pemimpin delegasi.
Dari Abu Hurairah ia berkata, “Telah mengutus Rasulullah SAW sebuah delegasi yang banyak jumlahnya, kemudian Rasul mengetes hafalan mereka, kemudian satu per satu disuruh membaca apa yang sudah dihafal, maka sampailah pada Shahabi yang paling muda usianya, beliau bertanya, “Surat apa yang kau hafal? Ia menjawab,”Aku hafal surat ini.. surat ini.. dan surat Al Baqarah.” Benarkah kamu hafal surat Al Baqarah?” Tanya Nabi lagi. Shahabi menjawab, “Benar.” Nabi bersabda, “Berangkatlah kamu dan kamulah pemimpin delegasi.” (HR. At-Turmudzi dan An-Nasa’i).

Nikmat mampu menghafal Al Qur’an sama dengan nikmat kenabian, bedanya ia tidak mendapatkan wahyu, “Barangsiapa yang membaca (hafal) Al Quran, maka sungguh dirinya telah menaiki derajat kenabian, hanya saja tidak diwahyukan padanya.” (HR. Hakim)

Seorang hafizh Al Qur’an adalah orang yang mendapatkan Tasyrif nabawi (Penghargaan khusus dari Nabi Saw). Di antara penghargaan yang pernah diberikan Nabi SAW kepada para sahabat penghafal Al Qur’an adalah perhatian yang khusus kepada para syuhada Uhud yang hafizh AlQur’an. Rasul mendahulukan pemakamannya. “Adalah Nabi mengumpulkan diantara orang syuhada uhud, kemudian beliau bersabda  : Manakah diantara keduanya yang lebih banyak hafal Al Quran, ketika ditunjuk kepada salah satunya, maka beliu mendahulukan pemakamannya di liang lahat.” (HR. Bukhari)

3.4. Penghafal al-Quran adalah keluarga Allah
Hafizh Qur’an adalah keluarga Allah yang berada di atas bumi. “Sesungguhnya Allah mempunyai keluarga di antara manusia, para sahabat bertanya, “Siapakah mereka ya Rasulullah?” Rasul menjawab, “Para ahli Al Qur’an. Merekalah keluarga Allah dan pilihan-pilihan-Nya.” (HR. Ahmad)

3.5. Penghafal Al-Quran bersama para Malaikat
“Dan perumpamaan orang yang membaca Al Qur’an sedangkan ia hafal ayat-ayatnya bersama para malaikat yang mulia dan taat.” (Muttafaqun alaih)
3.6. Membantu orang tuanya di surga
Siapa yang membaca Al Qur’an, mempelajarinya, dan mengamalkannya, maka dipakaikan mahkota dari cahaya pada hari kiamat. Cahayanya seperti cahaya matahari dan kedua orang tuanya dipakaiakan dua jubah (kemuliaan) yang tidak pernah didapatkan di dunia. Keduanya bertanya, “Mengapa kami dipakaikan jubah ini?” Dijawab,”Karena kalian berdua memerintahkan anak kalian untuk mempelajari Al Qur’an.” (HR. Al-Hakim)

3.7. Semakin banyak menghafal Al-Quran semakin tinggi Surga yg didapatnya
Dari Abdillah bin Amr bin ‘Ash dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Akan dikatakan kepada shahib Al Qur’an, “Bacalah dan naiklah serta tartilkan sebagaimana engkau dulu mentartilkan Al Qur’an di dunia, sesungguhnya kedudukanmu di akhir ayat yang kau baca.” (HR. Abu Daud dan Turmudzi)
Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah Sawbersabda:  “Penghafal Al Quran akan datang pada hari kiamat, kemudian Al Quran akan berkata: Wahai Tuhanku, bebaskanlah dia, kemudian orang itu dipakaikan mahkota karamah (kehormatan), Al Quran kembali meminta: Wahai Tuhanku tambahkanlah, maka orang itu diapakaikan jubah karamah. Kemudian Al Quran memohon lagi: Wahai Tuhanku ridhailah dia, maka Allah meridhainya. Dan diperintahkan kepada orang itu, bacalah dan teruslah naiki (derajat-derajat surga), dan Allah menambahkan dari setiap ayat yang dibacanya tambahan nikmat dan kebaikan”  (HR. Tirmidzi, hadits hasan {2916}, Inu Khuzaimah, Al Hakim, ia menilainya hadits shahih)
3.8. Banyak membaca Al-Quran
“Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Al Qur’an maka baginya satu hasanah, dan hasanah itu akan dilipatgandakan sepuluh kali. Aku tidak mengatakan Alif Lam Mim itu satu huruf, namun Alif itu satu huruf, Lam satu huruf dan Mim satu huruf.”  (HR. At Turmudzi).

3.9. Penghafal Al-Quran yang menjaga keaslian Al-Quran

Bahkan Allah membolehkan seseorang memiliki rasa iri terhadap para ahlul Qur’an, “Tidak boleh seseorang berkeinginan kecuali dalam dua perkara, menginginkan seseorang yang diajarkan oleh Allah kepadanya Al Qur’an kemudian ia membacanya sepanjang malam dan siang, sehingga tetangganya mendengar bacaannya, kemudian ia berkata, ‘Andaikan aku diberi sebagaimana si fulan diberi, sehingga aku dapat berbuat sebagaimana si fulan berbuat’” (HR. Bukhari)

KIAT MENGHAFAL AL-QURAN
1. Memperbaiki tajwid bacaan (tahsin)
2. Menghafal dengan satu mushof
3. Banyak mengulang dan muroja'ah
4. Mentadaburi
5. Banyak mendengarkan dari Qori

HAL-HAL YANG MENGHALANGI HAFALAN
1. Banyak dosa dan maksiat
2. Melihat aurat wanita yang bukan muhrim

Sabtu, 20 Mei 2017

Hadits Palsu Seputar Ramadhan


Hadits-Hadits Lemah dan Palsu tentang Ramadhan dan Puasa 1

Pendahuluan

Dalam pembahasan kali ini saya ingin mengetengahkan beberapa hadits yang tidak bisa dipakai sebagai hujjah dalam hal apapun termasuk untuk fadhilah amal, karena kualitas sanadnya yang palsu atau sangat lemah. Selanjutnya, saya akan memisahkannya dengan hadits-hadits yang tidak terlalu lemah, karena dari segi pendalilan akan berbeda, terutama bagi madzhab yang mengatakan bolehnya mengamalkan hadits dha’if yang tidak terlalu parah kelemahannya untuk fadhilah amal dengan syarat dan ketentuan berlaku.
Hadits-hadits semacam ini cukup sering didengar dalam berbagai ceramah maupun kajian di bulan Ramadhan disampaikan oleh para ustadz yang mungkin belum mengetahui bahwa itu adalah hadits yang tidak boleh disampaikan kepada umat kecuali dengan menjelaskan kelemahannya.
Hadits-hadits yang masuk kategori ini adalah hadits dengan derajat maudhu’ (palsu) berdasarkan keterangan para ulama di bidang ini. Hadits-hadits palsu Meliputi:
Hadits yang tidak jelas asal usulnya yang bisa disebut oleh para ahli ”Laa ashla lahu” (Tidak ada asalnya). Hadits semacam ini tidak ditemukan dalam kitab yang mu’tabar (dipegang sebagai acuan). Biasanya hanya terdapat dalam kitab-kitab yang berisi nasehat dan ajakan tanpa mencantumkan sanad sampai kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Salah satu kitab yang banyak memuat hadits-hadits model begini adalah kitab Durratun Nashihin, karya Al Khubawi yang cukup terkenal di negeri ini.
Hadits yang terdapat dalam kitab-kitab mu’tabar dengan sanad yang lengkap, tapi salah satu atau beberapa rawinya dinyatakan sebagai pemalsu hadits, atau pembohong oleh para ulama jarh wa ta’dil.
Haram hukumnya meriwayatkan hadits-hadits palsu kecuali untuk menerangkan kepalsuannya, karena Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda, ”Siapa saja yang menceritakan hadits dariku dan dia tahu itu palsu, maka dia adalah salah satu dari para pendusta.” (HR. Muslim dalam shahihnya dari Samurah bin Jundub dan Al Mughirah bin Syu’bah).
Sedangkan hadits-hadits yang sangat lemah dalam disiplin ilmu hadits ada dua macam:
Matruk, dimana ada rawinya yang terkenal suka berdusta, meski belum pernah ketahuan berdusta dalam hadits dan tak ada yang meriwayatkan hadits itu selain dia, atau terlalu banyak kemaksiatan yang dia kerjakan dan itu diketahui orang banyak.
Mungkar, cirinya, bermuara hanya pada satu orang, meski di bawahnya diriwayatkan oleh banyak orang darinya, dan si muara ini adalah rawi yang dha’if dan atau riwayatnya bertentangan dengan riwayat rawi yang ’adil.
Sebetulnya ada satu lagi yang biasa disebut mathruh, tapi setelah diteliti kategori ini sebenarnya masuk ke dalam matruk.
Hadits yang sangat lemah meskipun banyak tapi derajatnya sama, maka tidak bisa naik derajatnya ke hasan li ghairih, melainkan tetap saja lemah dan tak bisa diamalkan, bahkan untuk fadhilah amal sebagaimana syarat yang diajukan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar.

Beberapa hadits palsu dan amat lemah tentang Ramadhan dan puasa:

1.Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri,
رَجَبٌ شَهْرُ اللهِ، وَشَعْبانُ شَهْرِيْ، وَرَمَضانُ شَهْرُ أُمَّتِيْ
”Rajab adalah bulannya Allah, Sya’ban adalah bulanku dan Ramadhan adalah bulan umatku.”
Status: Palsu (maudhu’)
Alasan:
Semua jalurnya melalui Abu Bakr An Naqqasy yang disebut oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar sebagai Dajjal pemalsu hadits. (Lihat: Tabyin Al-’Ajab, hal. 40-41).
Keterangan:
Hadits ini dibahas panjang lebar oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam risalahnya ”Tabyiinul ’Ajab bimaa warada fii Syahri Rajab”, dan beliau berkesimpulan hadits di atas palsu.
Hadits dengan makna senada juga diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam kitab Fadha`il Al-Awqaat, dengan sanadnya dari Ghanjar, dari Nuh bin Abu Maryam, dari Zaid Al-Ammi, dari Yazid Ar-Raqqasyi, dari Anas. Al-Hafizh memastikannya palsu karena adanya Nuh bin Abu Maryam yang ber-kunyah Abu ’Ishmah. (tabyiin Al-’Ajab, hal. 41).
Akan tetapi Syekh Muhammad Nashiruddin Al-Albani menyatakan hadits dengan lafaz ini hanya dha’if sebagaimana yang beliau sebutkan dalam kitabnya Silsilah Al-Ahadits Adh-Dha’ifah wa Al-Maudhuu’ah, no. 4400. Riwayat yang ia bawakan adalah yang terdapat dalam kitab At-Targhib karya Al-Ashbahani dalam At-Targhib dari Qiran bin Tamam, dari Yunus, dari Al-Hasan (Al-Bashri), Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda.
Demikian nukilan Syekh Al-Albani. Saya temukan hadits ini dalam kitab At-Targhib karya Qawam As-Sunnah Al-Ashbahani dengan sanad sebagai berikut:
أخبرنا عبد الواحد بن علي بن فهد ببغداد، ثنا أبو الفتح بن أبي الفوارس، ثنا عبد الله بن محمد بن جعفر، ثنا عبد الله بن محمد بن زكريا، ثنا يوسف بن إسحاق البابي وكان ثقة، ثنا محمد بن بشير البغدادي، ثنا قران بن تمام، عن يونس، عن الحسن، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم:
((من صام يوماً من رجب عدل له بصوم سنتين، ومن صام النصف من رجب عدل له بصوم ثلاثين سنة)) .
وقال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((رجب شهر الله -عز وجل- وشعبان شهري، ورمضان شهر أمتي)) .
Sanad ini jelas dha’if karena mursal, Hasan Al-Bashri bukan sahabat Nabi, melainkan tabi’in. Juga ada nama Muhammad bin Basyir Al-Bahdadi, yaitu Muhammad bin Basyir bin Marwan bin ‘Atha` Al-Kindi Al-Wa`izh. Biografinya disebut oleh Al-Khathib dalam Tarikh Baghdad (2/98-99) dan menukil dari Ibnu Ma’in yang mengatakannya, “Tidak tsiqah”, juga Ad-Daraquthni yang menyebutnya, “Tidak kuat dalam hadits.”
Dengan demikian hadits ini teranggap sangat lemah. Wallahu a’lam.

2. Diriwayatkan:
نَوْمُ الصَّائِمِ عِبَادَةٌ وَ صُمْتُهُ تَسْبِيْحٌ وَ عَمَلُهُ مُضَاعَفٌ وَ دُعَاؤُهُ مُسْتَجَابٌ وَ ذَنْبُهُ مَغْفُوْرٌ
”Tidurnya orang puasa itu adalah ibadah, diamnya adalah tasbih, amalnya akan dilipatgandakan, doanya terkabul dan dosanya terampuni.”

Status hadits: Sangat lemah
Keterangan:
Hadits ini disebutkan oleh As-Suyuthi dalam kitabnya Al-Jami’ Ash-Shaghir. Hadits ini sendiri diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam ”Syu’ab Al-Iman” dari Abdullah bin Abu Aufa. Dalam sanad Al-Baihaqi ada nama Sulaiman bin ’Amr An-Nakha’i yang dianggap pemalsu hadits. (Lihat: As-Silsilah Adh-Dha’ifah, no. 4696 dan Faidh Al-Qadir, karya Al-Munawi, juz 6 hal. 378, no. 9293).
Dengan demikian sanad ini palsu.
Tapi hadits ini ada syahid (penguat)nya dijelaskan oleh Syekh Al-Albani secara panjang lebar dalam As-Silsilah Adh-Dha’ifah juz. 10, hal. 230 – 231. Intinya, derajat hadits dengan redaksi di atas tidak sampai palsu, melainkan hanya dha’if jiddan (sangat lemah). Wallahu a’lam.

3. Hadits:
مَنْ فَرِحَ بِدُخُوْلِ رَمَضَانَ حَرَّمَ اللهُ جَسَدَهُ عَلَى النِّيْرانِ
”Barangsiapa bergembira akan datangnya bulan Ramadhan, niscaya Allah akan mengharamkan jasadnya dimakan api neraka.”
Status: Tidak ada asalnya.
Keterangan:
Hadits ini terdapat dalam kitab Durratun Nashihiin, karya Utsman Al-Khubawi yang terkenal memuat banyak hadits palsu dan sangat lemah, meski tak sedikit pula hadits shahih dalam kitab itu.
Berhubung hadits ini tidak bisa ditemukan dalam kitab-kitab yang mu’tabar, maka penulis berkesimpulan hadits ini palsu.

4.Hadits doa malaikat Jibril: ”Ya Allah tahan puasa (jangan terima) umat Muhammad bila memasuki Ramadhan dia belum meminta maaf kepada orangtuanya, atau istri belum minta maaf kepada suami, atau orang-orang terdekat....”
Hadits ini yang belakangan berkembang, setelah mencari-cari ternyata hadits ini tidak ada asalnya. Besar kemungkinan ini diucapkan oleh orang yang hafalannya salah kemudian diforward ke teman-temannya baik via internet maupun mulut ke mulut.

Memang ada hadits doa malaikat Jibril yang diaminkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, tapi redaksinya bukan demikian, melainkan sebagai berikut:
Nabi shallallahu ‘alihi wa sallm naik ke mimbr lalu berkta, “Amin, 3X”. Pra sahabat bertanya. “Kenapa Anda berkata ‘Amin,(3X), Ya Rasulullah?” Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Jibril datang kpdku dan berkata : ‘Hai Mhammd claka sseorang yg jk disbt nama engkau nmn ia tdk brshalawat kepadamu dan katakanlah amin!’ maka kukatakan, ‘Amin’, lalu Jibril berkata lagi, ‘Claka seseorang yg masuk bln Rmadhn tp kluar dari bulan tersebut tidak diampni dosanya oleh Allah dan katakanlah amin!’, maka aku berkata : ‘Amin’. Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata lagi. ‘Claka sseorng yang mndptkn kdua org tuanya at slah seorng dr kduanya masih hidup tapi justru tdk memasukkan ia ke surga dan ktkanlh amin!’ maka kukatakan, ‘Amin”.
Hadits ini shahih sebagaimana dijelaskan oleh Al-Haitsami dalam kitab Majma’ Az-Zawa`id. Perhatikan perbedaan redaksinya dengan yang pertama.

5.Hadits
لَوْ يَعْلَمُ الْعِبَادُ مَا فِي رَمَضَانَ لَتَمَنَّتْ أُمَّتِي أَنْ يَكُونَ رَمَضَانُ السَّنَةَ كُلَّهَا
“Kalau saja para hamba itu tahu apa yang terdapat di Ramadhan niscaya ummatku ini akan berharap Ramadhan itu terjadi sepanjang tahun.”
Ini adalah potongan hadits yang panjang diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya nomor 1886. Juga dikeluarkan oleh Al-Baihaqi dalam Syu’ab Al-Iman, no. 3361, Abu Ya’la dalam musnadnya, no. 5273, semua dari jalur Jarir bin Ayyub Al-Bajali, dari Asy-Sya’bi, dari Nafi’ bin Burdah, dari Abu Mas’ud Al-Ghifari RA.
Jalur lain diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dalam Al-Kabir (22/388) melalui jalur Hayyaj bin Bistham, Abbad menceritakan kepada kami, dari Nafi’, dari Abu Mas’ud Al-Ghifari RA.
Hadits ini dha’if bahkan sebagian ulama mengatakannya palsu karena baik Jarir bin Ayyub Al-Bajali maupun Hayyaj bin Bistham adalah dua orang yang lemah dan tak bisa saling menguatkan karena kelemahan mereka termasuk parah. Bahkan Ibnu al-Jauzi memasukkannya dalam kitab Al-Maudhu’at (2/189) dan disetujui oleh Asy-Syaukani dalam Al-Fawa`id Al-Majmu’ah (1/88).
Jarir bin Ayyub al-Bajali dianggap Yahya bin Ma’in “tidak ada apa-apanya”, Al-Bukhari menganggapnya “munkarul hadits”, An-Nasa`iy menganggapnya, “matruk” bahkan Abu Nu’aim mengatakan dia memalsukan hadits. (Lihat: Mizan Al-I’tidal 1/391).
Abu Hatim mengatakan, “dhaiful hadits, munkarul hadits, ditulis haditsnya tapi tidak boleh dijadikan hujjah.”
Abu Zur’ah mengatakan, “munkarul hadits” (Lihat Al-Jarh wa At-Ta’dil, karya Ibnu Abi Hatim jilid 2, hal. 502-503).
Sementara Hayyaj bin Bistham dikatakan lemah oleh Ibnu Ma’in dan Abu Hatim sedangkan Ahmad bin Hanbal dan Abu Daud mengatakannya matruk. Ibnu Hibban mengatakannya biasa meriwayatkan hadits-hadits yang parah dari orang-orang tsiqah. (Lihat Mizan Al-I’tidal 4/318, Al-Majruhin 3/96).
Dengan demikian status hadits ini sangat lemah sehingga tak bisa dipakai meski dalam fadhilah amal. Wallahu a’lam.

Bersambung insya Allah.

Anshari Taslim, 11 Juni 2015.