Selasa, 17 Juni 2014

Keharmonisan Rumah Tangga Dakwah




Ikhwah wal akhawat rahimakumullah
Allah SWT berfirman : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (30: 21)

Ayat di atas menegaskan hakikat dan tujuan pembentukan keluarga, dan Allah menjadikannya sebagai bagian dari tanda-tanda kekuasaannya. Inti dari pembentukan keluarga adalah terjalinnya keluarga yang harmonis -sakinah (ketenangan hidup), mawaddah (saling mencintai) dan rahmah (saling mengasihi), sehingga mendatangkan ridho Allah SWT.

Keluarga merupakan pabrik pencetak generasi, yang dengannya masyarakat yang baik dan shalih akan terbentuk.

Namun kenyataannya, kebanyakan dari keluarga saat ini tidak lagi memainkan peran dan fungsinya dengan baik. Sehingga kalau hari ini kita mendapati banyak pemimpin yang zalim dan tidak amanah, pedagang yang tidak jujur, pendidik yang berakhlak buruk, pemuda yang menyimpang, kaum wanita yang mengumbar aurat, serta berbagai bentuk penyimpangan dalam aqidah dan ibadah; itu merupakan buah yang diperoleh karena telah hilangnya nilai-nilai Islam dalam banyak keluarga muslim.

Rasulullah SAW bersabda dalam salah satu hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a.:

كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ ،
"Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang membentuk dia menjadi Yahudi, Nashrani atau majusi" (HR. Bukhari)

Hadits di atas dengan gamblang menjelaskan bahwa peran keluarga sangat besar dalam menanamkan nilai-nilai pada anggotanya. Keluargalah lingkungan pertama yang akan membentuk watak seseorang.

Ikhwan wa akhawat hafidzokumullah
Besarnya ihtimam (perhatian) Islam terhadap kehidupan keluarga menunjukkan pentingnya posisi dan peran keluarga. Islam menghendaki nilai-nilai dan ajaran Islam dapat ditegakkan dalam seluruh aspek kehidupan termasuk dalam kehidupan keluarga.

Setiap muslim yang hendak membentuk sebuah rumah tangga hendaknya memahami dengan benar tujuan berkeluarga. Ia juga harus mengetahui bagaimana proses pembentukan keluarga, termasuk bagaimana memilih pasangan hidup yang akan menemaninya dalam mengarungi bahtera rumah tangga.

Ikatan keluarga yang dibentuk oleh seorang muslim dan muslimah merupakan ikatan yang penuh dengan keberkahan. Dengannya, keduanya saling menghalalkan. Dengannya pula, keduanya memulai rihlah thawilah (perjalanan panjang), dalam suasana saling mencintai, menyayangi dan menghargai.

Dengan ikatan ini, lahirlah rasa tentram dan tenang serta kebahagiaan hidup yang saling memahami, tolong-menolong dan nasihat-menasehati. Dan dari sinilah, terbentuk sebuah keluarga muslim yang harmonis yang kelak menjadi labinah (batu bata) yang kokoh bagi terbentuknya masyarakat muslim.

Ikhwah wa akhawat ad-daiyah
Sebagai keluarga dakwah, kita adalah cermin bagi keluarga di sekitar kita. Kita adalah teladan bagi keluarga madu di sekeliling kita. Keharmonisan keluarga kita menjadi sorotan utama melebihi pelajaran taklim dan materi dakwah yang kita sampaikan kepada mereka.

Karena itu, perhatikanlah beberapa karakteristik berikut ini yang harus terwujud dalam sebuah keluarga muslim yang harmonis.

Pertama, dirikanlah keluarga di atas landasan Ibadah kepada Allah SWT

Seluruh proses berkeluarga yang dimulai dari niat membentuk keluarga, memilih pasangan, pelaksanaan aqad nikah dan walimah serta seluruh interaksi yang terjadi setelahnya, hendaknya dibingkai dengan tujuan untuk beribadah kepada Allah dan untuk mengharapkan ridho-Nya. Hindarilah semua perbuatan yang melanggar syariat Allah SWT dan petunjuk Rasulullah SAW. Dengan demikian, berumahtangga bagi seorang mukmin ialah untuk melaksanakan penghambaan diri kepada Allah. Bukan sebaliknya, menghalanginya dari tugas utama tersebut.

Kedua, terapkanlah Islam secara kaaffah dan tegakkan nilai-nilai Al-Quran dan sunnah Rasulullah dalam segala urusan rumah tangga.

Usahakanlah semaksimal mungkin, keluarga yang kita bina adalah laboratorium pertama dan utama dalam penerapan syariat Islam: dalam hubungan antara suami isteri, hubungan orang tua dengan anak-anak, maupun hubungan anggota keluarga dengan kerabat dan masyarakatnya.

Ketiga, hidupkanlah suasana amar maruf nahi munkar dan nasihat menasehati.

Keluarga muslim merupakan keluarga yang di dalamnya berhimpun individu-individu yang berkumpul karena Allah SWT, saling mengajak kepada ketaatan dan ketakwaan kepada-Nya, saling menyuruh kepada yang baik dan mencegah dari yang mungkar.

Dari situlah, pembiasaan amar maruf nahi mungkar yang diterapkan dalam keluarga selanjutnya diperluas dan diterapkan kepada tetangga serta masyarakat sekitarnya. Hal ini dilaksanakan sebagai wujud tanggungjawab menebar kebaikan dan menyebarkan nilai-nilai Islam di tengah-tengah masyarakat.

Keempat, wujudkan suasana kasih sayang dalam keluarga
  
Dalam surah ar-Rum ayat 21, Allah SWT berfirman: "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri daripada jenismu supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara kamu rasa mawaddah dan rahmat. Sesungguhnya pada yang demikian benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berftkir. "

lbnu Abbas mengatakan, "Mawaddah adalah cinta kasih seorang suami kepada isterinya, dan rahmah adalah kasih sayang seorang suami agar isterinya jangan sampai menderita atau mengalami kesusahan."

Suasana rumahtangga yang dibina di atas dasar cinta dan kasih sayang yang suci ini akan menenteramkan dan memberi ketenangan kepada jiwa. Dalam hal ini tiada contoh yang lebih baik dan tepat daripada rumah tangga Rasuluillah SAW yang dibina bersama dengan Ummul Muminin Khadijah dan Ummahatul Muminin lainnya.

Kelima, bergaullah dalam keluarga atas dasar Al-Muasyaroh bil Maruf
Al-Muasyaroh bil Maruf ialah: Pergaulan dan hidup bersama secara baik yang diridhai Allah. Tidak dikatakan sesuatu itu maruf melainkan ia baik dan diridhai Allah serta jauh pula dari kemungkaran, kemaksiatan, penganiayaan, kedzaliman dan sebagainya.
Karena itu, pergaulan suami isteri hendaklah didasarkan atas tujuan meraih keridhaan Allah, serta semata-mata mengharapkan balasan dari-Nya. Manakala pendidikan dan bimbingan kepada isteri dan keluarga kearah keridhaan Allah menjadi dasar tindakan seorang suami, maka akan terwujudlah keluarga muslim yang diberkahi Allah SWT.
Rasulullah saw. bersabda: "Sebaik-baik kamu adalah yang paling baik kepada keluarganya dan aku adalah orang yang paling baik terhadap keluargaku" (HR. urmudzi)

Tapi, bersikap baik dan lemah lembut bukan berarti membiarkan isteri dan keluarga melakukan kemungkaran dan bergelimang dengan dosa dan maksiat, kerena kalau ini yang terjadi berarti kita telah bersikap lalai terhadap tanggungjawab terhadap keluarga.

Enam, bangunlah keluarga dengan tarbiyah Islam
Salah satu ciri penting yang membedakan keluarga muslim dengan  yang bukan ialah pelaksanaan tarbiyah Islam yang benar di dalamnya. Setiap muslim dituntut supaya memberi perhatian serius mengenai perkara itu. Anggota keluarga yang tidak mendapat tarbiyah Islam atau yang lebih parah lagi jika tarbiyah mereka terus terabaikan, mereka bukan saja tidak mampu menyambung perjuangan Islam tetapi mungkin menjadi penghalang perjuangan itu.

Terakhir, ciptakan keteladanan dalam segala hal
Keteladanan sangat diperlukan dalam proses penanaman nilai-nilai Islam di dalam keluarga. Dengan keteladanan, kebaikan akan cepat diikuti dan punya pengaruh kuat bagi anggota keluarga. Seorang anak akan terbiasa melaksanakan adab-adab Islami manakala ia melihat dan mendapati kedua orang tuanya melazimkan dan memberikan contoh adab-adab tersebut dilakukan sejak ia kecil. Keteladanan orang tua akan memberikan suasana kondusif dan menjadi lahan subur bagi proses pendidikan anak.

Bila karekteristik di atas dapat diwujudkan di dalam keluarga-keluarga muslim saat ini, maka hal tersebut tidak hanya membentuk keluarga harmonis, namun juga menjadi peluang untuk melahirkan sebuah generasi ideal yang kita harapakan, bahkan sangat mungkin untuk mewujudkan kembali kejayaan dan kemuliaan dunia Islam yang sesungguhnya, yang merupakan impian panjang kaum muslimin yang belum terwujud sampai saat ini.

Wallahu alam bisshowab

Senin, 16 Juni 2014

FIQH SHIYAM DAN RAMADHAN




-      - Menurut bahasa,  Ramadhan artinya yang membakar dan sangat panas menyengat.
Ramadhan berasal dari akar kata Arab ramidha atau arramadh yang berati panas terik matahari yang intens dan kering, terutama tanah. Dari akar yang sama ada ramdhaa, pasir terjemur, dan pepatah terkenal: “Kal Mustajeer Minar Ramadhaa binnar” – untuk melompat keluar dari penggorengan ke dalam api.

-     - Ayat yg mewajibkan puasa : Al-Baqoroh 183-184

-       - Ancaman bagi yang tidak berpuasa
Dari Ibnu Abbas ra : Rasulullah saw bersabda,”Simpul-simpul Islam dan landasan agama ada tiga, dimana prinsip-prinsip Islam dibangun diatas ketiganya. Barangsiapa meninggalkan salah satu dari ketiganya maka dia telah kafir dan halal darahnya : 1)Syahadat Laa Ilaaha Illallah, 2)Sholat-sholat wajib, 3)Puasa Ramadhan”. [HR Abu Yalaa dan Ad-Dailami, dishahihkan oleh Imam Adz-Dzahabi]
Dari Abu Hurairah ra : Nabi saw bersabda,”Barangsiapa tidak berpuasa sehari saja pada bulan Ramadhan, tidak karena rukhshah yang diberikan oleh Allah kepadanya, maka tidak akan dapat menggantikannya puasa seumur hidup seandainya ia melakukannya”. [HR Abu Dawud, Ibnu Majah, dan At-Tirmidzi ]. Dalam riwayat Bukhari, disebutkan bahwa Abu Hurairah berkata : Nabi saw bersabda,” Barangsiapa tidak berpuasa sehari saja pada bulan Ramadhan, tidak karena udzur dan tidak pula karena sakit, maka tidak akan dapat menggantikannya puasa seumur hidup seandainya ia melakukannya”.
Imam Adz-Dzahabi mengatakan,”Kaum mukminin telah menetapkan bahwa barangsiapa meninggalkan puasa Ramadhan tidak karena sakit maka ia lebih buruk daripada pezina dan orang yang gemar minum khamr, bahkan keislamannya diragukan dan disinyalir sebagai seorang zindiq”.

-      - Keutamaan Puasa dan Bulan Ramadhan
Diriwayatkan oleh Bukhari, 1761 dan Muslim, 1946 dari Abu Hurairah radhiallahuanhu berkata, Rasulullah sallallahualai wa sallam bersabda, "Allah berfirman, Semua amal anak Adam untuknya kecuali puasa. Ia untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya."

Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan makna hadits di atas:
1. Bahwa puasa tidak terkena riya sebagaimana (amalan) lainnya terkena riya.
(Melatih sifat jujur dan amanah, sebab puasa adalah rahasia antara hamba dengan Allah subhanahu wataala)
2. Maksud dari ungkapan Aku yang akan membalasnya, adalah bahwa pengetahuan tentang kadar pahala dan pelipatan kebaikannya hanya Allah yang mengetahuinya.
3. Makna ungkapan Puasa untuk-Ku, maksudnya adalah bahwa dia termasuk ibadah yang paling Aku cintai dan paling mulia di sisi-Ku.

Melatih sifat sabar dan pengendalian diri, sebab puasa melemahkan jalan syaitan.

Menumbuhkan kasih sayang kepada orang-orang miskin.

Memberi manfaat kesehatan.

Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Apabila tiba bulan Ramadan, maka dibukalah pintu-pintu surga, ditutuplah pintu neraka dan setan-setan dibelenggu. (Shahih Muslim No.1793)

Hadis riwayat Sahal bin Saad ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya di dalam surga itu terdapat pintu yang bernama Rayyan. Orang-orang yang berpuasa akan masuk lewat pintu itu pada hari kiamat. Tidak ada orang selain mereka yang masuk bersama mereka. Ditanyakan: Di mana orang-orang yang puasa? Kemudian mereka masuk lewat pintu tersebut dan ketika orang yang terakhir dari mereka sudah masuk, maka pintu itu ditutup kembali dan tidak ada orang yang akan masuk lewat pintu itu. (Shahih Muslim No.1947)

"Tidaklah seorang hamba yang berpuasa di jalan Allah kecuali akan Allah jauhkan dia (karena puasanya) dari neraka sejauh tujuh puluh musim." (HR. Bukhari dan Muslim)

Barangsiapa yang bergembira dengan kedatangan bulan Ramadhan niscaya Allah mengharamkan jasadnya dari neraka
Takhrij : Hadits ini disebutkan oleh Al Khubawi (penulis kitab Durratun Nashihin) dalam kitabnya tanpa menyebutkan sanad dan sumbernya (maudhu/palsu)

"Barangsiapa berpuasa Ramadhan dengan keimanan dan mengharap pahala (keridhoan) Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang terdahulu." (HR. Bukhari)

Rasulullah shalallahualaihi wasallam bersabda;
"Puasa dan Al Quran itu akan memberikan syafaat kepada seorang hamba pada hari kiamat nanti. Puasa akan berkata, "Wahai Tuhanku, saya telah menahannya dari makan dan nafsu syahwat, karenanya perkenankan aku untuk memberikan syafaat kepadanya". Dan Al Quran pula berkata, "Saya telah melarangnya dari tidur pada malam hari, karenanya perkenankanlah aku untuk memberikan syafaat kepadanya." Beliau bersabda, "Maka syafaat keduanya diperkenankan."(H.R. Ahmad, Hakim, Thabrani)

-      Dari Abu Hurairah radhiyallahuanhu, Rasulullah shallallahualaihi wasallam bersabda,
"Allah berfirman (yang artinya);"Setiap amal anak adam adalah untuknya kecuali puasa. Puasa tersebut adalah untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya. Puasa adalah perisai. Apabila salah seorang dari kalian berpuasa maka janganlah berkata kotor, jangan pula berteriak-teriak. Jika ada seseorang yang mencaci dan mengajak berkelahi maka katakanlah, "Saya sedang berpuasa". Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah pada hari kiamat daripada bau minyak kasturi. Dan bagi orang yang berpuasa ada dua kegembiraan, ketika berbuka mereka bergembira dengan bukanya, dan ketika bertemu Allah mereka bergembira karena puasanya". (H.R. Bukhari dan Muslim)

-      - Larangan puasa terus menerus (wishal).
Hadis riwayat Ibnu Umar ra.:
Bahwa Nabi saw. melarang puasa sambung (terus-menerus tanpa berbuka). Para sahabat bertanya: Bukankah baginda sendiri melakukan puasa wishal? Nabi saw. menjawab: Sesungguhnya aku tidak seperti kalian. Aku diberi makan dan minum. (Shahih Muslim No.1844)

-      - Diharamkan berpuasa pada hari Raya.
Hadis riwayat Umar bin Khathab ra., ia berkata:
Bahwa dua hari ini hari yang dilarang Rasulullah saw. untuk berpuasa, yaitu hari raya Idul Fitri setelah kalian berpuasa (Ramadan) dan hari raya makan (daging kurban) setelah kalian menunaikan ibadah haji. (Shahih Muslim No.1920)

-      - Makruh, puasa pada hari Jumat.
Hadis riwayat Jabir bin Abdullah ra.:
Dari Muhammad bin Abbad, ia berkata: Aku bertanya kepada Jabir bin Abdullah ra. ketika sedang melakukan tawaf di Baitullah: Apakah Rasulullah saw. melarang puasa pada hari Jumat saja? Jabir menjawab: Ya, demi Tuhan Baitullah ini. (Shahih Muslim No.1928)

-      - Jangan berpuasa ketika mau masuk bulan Ramadhan.
Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Janganlah engkau berpuasa satu atau dua hari sebelum Ramadan, kecuali bagi seorang yang biasa berpuasa, maka baginya silakan berpuasa. (Shahih Muslim No.1812)

-      - Puasa Ramadhan harus didahulukan dengan niat.
Hadits no. 656 dari kitab Bulughul Maram, Ibnu Hajar membawakan hadits:
وَعَنْ حَفْصَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : { مَنْ لَمْ يُبَيِّتْ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ } رَوَاهُ الْخَمْسَةُ ، وَمَالَ التِّرْمِذِيُّ وَالنَّسَائِيُّ إلَى تَرْجِيحِ وَقْفِهِ ، وَصَحَّحَهُ مَرْفُوعًا ابْنُ خُزَيْمَةَ وَابْنُ حِبَّانَوَلِلدَّارَقُطْنِيِّ { لَا صِيَامَ لِمَنْ لَمْ يَفْرِضْهُ مِنْ اللَّيْلِ }
Dari Hafshoh Ummul Mukminin bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam berkata, “Barangsiapa yang tidak berniat di malam hari sebelum fajar, maka tidak ada puasa untuknya.” Hadits ini dikeluarkan oleh yang lima, yaitu Abu Daud, Tirmidzi, An Nasai dan Ibnu Majah. An Nasai dan Tirmidzi berpendapat bahwa hadits ini mauquf, hanya sampai pada sahabat (perkataan sahabat). Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibbah menshahihkan haditsnya jika marfu yaitu sampai pada Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Dalam riwayat Ad Daruquthni disebutkan, “Tidak ada puasa bagi yang tidak berniat ketika malam hari.”

-      - Keutamaan sahur.
Hadis riwayat Anas ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Makan sahurlah kalian, karena pada makan sahur itu terdapat keberkahan. (Shahih Muslim No.1835)

-      - Batas waktu sahur, adzan Subuh.
“Dan makan minumlah kamu hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.” (QS Al-Baqarah [2] : 187)

Definisi fajar adalah: waktu Subuh.
Aisyah RA, dia berkata,”Janganlah adzan Bilal mencegah dari sahur kamu, karena dia menyerukan adzan pada malam hari. Makan minumlah kamu hingga kamu mendengar adzan Ibnu Ummi Maktum, karena dia tidak menyerukan adzan hingga terbit fajar (waktu Subuh).” (HR Bukhari, Muslim, Nasa`i, Ahmad, Ibnu Hibban, dan Ibnu Khuzaimah)

Abu Hurairah RA berkata,”Rasulullah SAW bersabda,Jika seseorang dari kamu mendengar adzan (Shubuh), sedangkan bejana (air) sedang di tangannya, maka janganlah dia meletakkan bejananya hingga dia menyelesaikan hajatnya darinya [minum].” (HR Abu Dawud no 2350, Ahmad, Daruquthni, dan Al-Hakim. Hadits ini dishahihkan oleh Al-Hakim dan disetujui oleh Imam Dzahabi)

-      - Menyegerakan berbuka.
Hadis riwayat Sahal bin Saad ra.:
Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Orang-orang itu senantiasa dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka. (Shahih Muslim No.1838)

-      - Makruh, berkumur ketika wudhu.
Laqith bin Shabirah r.a menyampaikan , bahwa Rasulullah SAW bersabda ,  "sempurnakanlah wudhu, usaplah antara sela-sela jari , dan bersungguh-sungguhlah memasukkan air ke dalam hidung lalu menyemprotkannya , kecuali kamu sedang berpuasa"  (Diriwayatkan oleh imam empat . Hadis ini dinilai shahih oleh ibnu Khuzaimah)

-      - Boleh tidak berpuasa, ketika safar.
Hadis riwayat Ibnu Abbas ra.:
Bahwa Rasulullah saw. bepergian pada tahun penaklukan kota Mekah di bulan Ramadan. Beliau tetap berpuasa hingga tiba di daerah Kadid, beliau tidak berpuasa. Dan para sahabat Rasulullah saw. selalu mengikuti kejadian demi kejadian karena perintahnya. (Shahih Muslim No.1875)

-      - Orang yang meninggal, dapat diqodho oleh walinya.
Hadis riwayat Aisyah ra.:
Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Barang siapa yang meninggal dunia dan ia mempunyai tanggungan puasa, maka walinya harus berpuasa untuk membayar tangungannya. (Shahih Muslim No.1935)

Hadis riwayat Ibnu Abbas ra.:
Bahwa seorang perempuan datang kepada Rasulullah saw. dan berkata: Sesungguhnya ibuku telah meninggal dan ia mempunyai tanggungan puasa sebulan. Beliau bertanya: Apa pendapatmu jika ibumu mempunyai utang kepada orang lain, apakah engkau akan membayarnya? Ia menjawab: Ya (aku akan bayar). Beliau bersabda: Utang kepada Allah adalah lebih berhak untuk dibayar. (Shahih Muslim No.1936)

-      - Kalau makan minum karena lupa, puasa tidak batal.
Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Barang siapa lupa bahwa ia sedang berpuasa, sehingga ia makan atau minum, maka hendaklah ia meneruskan puasanya, karena sesungguhnya ia telah diberi makan dan minum oleh Allah. (Shahih Muslim No.1952)

-     -  Muntah tidak disengaja, tidak membatalkan puasa.
Dari Abi Hurairah radhiyallahu anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yg terpaksa muntah, maka tdk wajib mengqadha puasanya. Sedangkan siapa yg sengaja muntah, maka wajib mengqadha puasanya.” (HR Khamsah)

Tiga perkara yg tdk membatalkan puasa: muntah, hijamah (bekam) & ihtilam (mimpi basah). (HR Tirmizy & Al-Baihaqi)

-      - Itikaf.
Hadis riwayat Abu Said Al-Khudri ra.:
Rasulullah saw. pernah melakukan iktikaf pada sepuluh hari pertengahan bulan Ramadan. Ketika mana waktu dua puluh malam telah berlalu dan akan menyambut malam yang kedua puluh satu, maka beliau kembali ke rumahnya dan sahabat yang beriktikaf bersama beliau juga kembali ke rumah mereka. Kemudian beliau bangun malam pada malam ia kembali dari iktikaf dan berpidato di hadapan sahabat serta menyuruh mereka untuk melaksanakan kehendak Allah lalu bersabda: Sungguh dahulu aku iktikaf pada sepuluh malam ini (sepuluh malam pertengahan) kemudian nampak olehku (melalui mimpi) untuk iktikaf pada sepuluh malam akhir. Barang siapa yang pernah iktikaf bersamaku, maka hendaklah ia tidur di tempat iktikafnya. Sesungguhnya aku telah melihat (lailatulkadar) pada malam-malam ini, tetapi lalu aku lupa (waktunya), maka cari dan nantikanlah malam itu di sepuluh malam akhir yang ganjil. Aku pernah bermimpi bahwa aku sujud di air dan lumpur. Abu Said Al-Khudri berkata: Pada malam kedua puluh satu, kami diturunkan hujan, sehingga air mengalir dari atap mesjid ke tempat salat Rasulullah saw., lalu aku memperhatikan beliau. Beliau sudah selesai dari salat Subuh dan pada wajah beliau basah dengan lumpur dan air. (Shahih Muslim No.1993)

Selasa, 10 Juni 2014

NAJIS


Apabila ada najis maka shalatnya tidak sah.
Jenis-jenis najis :

1. Najis ringan (Mukhaffafah) : air kencing bayi laki-laki 2 tahun kebawah, yg hanya diberi ASI.
Cara membersihkan: cukup diperciki dengan air pada tempat najis itu

2. Najis sedang (Mutawassithah) :
   a. Kotoran yang keluar dari kubul atau dubur manusia atau hewan, kecuali air mani

   b. Bangkai (kecuali ikan dan belalang)
Dari Abdullah bin ‘Abbas,
إِذَا دُبِغَ الإِهَابُ فَقَدْ طَهُرَ
Apabila kulit bangkai tersebut disamak, maka dia telah suci.” (HR. Abu Dawud no 385)

        - Tulang, gigi, kuku, rambut, bulu bukan termasuk bangkai yg najis.

وَقَالَ حَمَّادٌ لاَ بَأْسَ بِرِيشِ الْمَيْتَةِ . وَقَالَ الزُّهْرِىُّ فِى عِظَامِ الْمَوْتَى نَحْوَ الْفِيلِ وَغَيْرِهِ أَدْرَكْتُ نَاسًا مِنْ سَلَفِ الْعُلَمَاءِ يَمْتَشِطُونَ بِهَا ، وَيَدَّهِنُونَ فِيهَا ، لاَ يَرَوْنَ بِهِ بَأْسًا

Hammad mengatakan bahwa bulu bangkai tidaklah mengapa (yaitu tidak najis). Az Zuhri mengatakan tentang tulang bangkai dari gajah dan semacamnya, ‘Aku menemukan beberapa ulama salaf menyisir rambut dan berminyak dengan menggunakan tulang tersebut. Mereka tidaklah menganggapnya najis hal ini’.” (HR. Bukhari)

   c. Air susu hewan yang diharamkan memakannya, seperti susu babi, susu anjing, susu kucing, dll.

   d. Khamr bukan najis
Dari Ibnu ‘Abbas bahwa seorang laki-laki menghadiahkan sebuah wadah berisi khamr kepada Rasulullah Rasulullah s.a.w., lalu beliau berkata: “Tidakkah engkau mengetahui bahwa khamr telah diharamkan?” Kemudian ada seseorang yg membisiki laki2 tersebut utk menjualnya. Maka Rasulullah bersabda: ”Sesungguh Dzat Yang mengharamkan untuk meminum juga mengharamkan utk menjualnya.” Kemudian Ibnu ‘Abbas berkata:  “Maka lelaki itu membuka wadah khamr tersebut dan menumpahkan isi nya hingga habis.” Kejadian ini disaksikan oleh Rasulullah dan beliau tdk memerintahkan kepada kami  utk mencuci wadah tersebut.”  (H.R. Muslim )

  e. Darah haidh
Dari Asma’ binti Abi Bakr, beliau berkata, “Seorang wanita pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian berkata,
إِحْدَانَا يُصِيبُ ثَوْبَهَا مِنْ دَمِ الْحَيْضَةِ كَيْفَ تَصْنَعُ بِهِ
“Di antara kami ada yang bajunya terkena darah haidh. Apa yang harus kami perbuat?”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
تَحُتُّهُ ثُمَّ تَقْرُصُهُ بِالْمَاءِ ثُمَّ تَنْضَحُهُ ثُمَّ تُصَلِّى فِيهِ
“Gosok dan keriklah pakaian tersebut dengan air, lalu percikilah. Kemudian shalatlah dengannya.” (HR. Bukhari no. 227)

Cara membersihkan: dibasuh 1 s/d 3 kali dengan air bersih hingga hilang benar najisnya (hilang rasa, bau dan warnanya)

3. Najis Berat (Mughallazhah) : Air liur anjing, air liur babi.


Cara membersihkan: dibasuh sebanyak 7 kali dan salah satu diantaranya dengan air yang bercampur tanah