Selasa, 13 Mei 2014

Mengetuk Pintu Langit di Sepertiga Malam Terakhir



Akhi dan Ukhti fillah…
Tugas dan beban hidup begitu banyak menggelayuti tubuh kita. Bungkuk dan terseok jalan kita kalau tugas-tugas itu berupa materi kasar dan berat. Tugas-tugas pekerjaan, urusan rumah tangga dan anak-anak, tugas-tugas kemasyarakatan, terutama tugas-tugas dakwah. Kita tentu siap menghadapi semua itu sebagai konseksueksi seorang Muslim yang punya kepedulian terhadap nasib Islam dan ummatnya.
Tenaga dan pikiran sangat terbatas, waktu yang tersedia rasanya tidak mencukupi. Target-target yang harus dicapai terasa berat. Tantangan dan hambatan begitu banyak menghadang. Belum lagi kondisi diri yang tidak selalu fit baik secara fisik maupun mental spiritual. Kalau bukan karena kehidupan berjamaah, di mana tangan kita bergandeng terajut bersama tangan-tangan lain untuk mengangkat beban-beban itu, tentu tak sanggup kita memanggulnya seorang diri.
Akhi dan Ukhti fillah….
Agar beban terasa ringan, ada baiknya kita sejenak luangkan waktu untuk tumpahkan duka dan curahkan perasaan, mengadukan kelemahan kita kepada yang Maha Kuat, mengakui kekerdilan diri kepada yang Maha Besar, menyambung nafas kita yang tersengal-sengal itu dengan yang Maha Kuasa atas segala sesuatu di sepertiga malam terakhir, di keheningan alam, di kala makhluk Allah larut dalam dekapan mimpi. Kala Tuhan semesta alam turun ke langit dunia untuk mendengarkan bisikan hamba-Nya.
Akhi dan Ukhti fillah…
Disebutkan dalam sebuah hadits
عَنْ جَابِرٍ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ فِي اللَّيْلِ لَسَاعَةً لَا يُوَافِقُهَا رَجُلٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللَّهَ خَيْرًا مِنْ أَمْرِ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ وَذَلِكَ كُلَّ لَيْلَةٍ
Dari Jabir r.a, ia barkata, “Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya pada malam hari itu benar-benar ada saat di mana tidaklah seorang muslim menepatinya untuk memohon kepada Allah suatu kebaikan dunia dan akhirat, melainkan pasti Allah akan memberikannya (mengabulkannya), dan itu (terjadi) setiap malam.” (H.R. Muslim dan Ahmad)
Qiyamullail merupakan sarana berkomunikasi seorang muslim dengan Rabbnya, di mana ia merasakan kelezatan munajat dengan Pencipta, berdo’a, beristighfar, bertasbih dan memuji-Nya. Dengan harapan kirnaya Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang mempermudah semua aspek kehidupan hamba-Nya, baik pribadi, keluarga, masyarakat maupun negara. Begitu pula aspek da’wah, pendidikan, ekonomi, sosial, budaya maupun politik. Dia akan dekat dengan Rabbnya, diampuni dosanya, dihormati sesama dan menjadi penghuni surga yang disediakan untuknya.

QIYAMULLAIL MENDEKATKAN DIRI KEPADA ALLAH

Orang yang kontinyu mengerjakan qiyamulail pasti dicintai dan dekat dengan Allah. Rasulullah saw. bersabda,
عَلَيْكُمْ بِقِيَامِ اللَّيْلِ فَإِنَّهُ دَأَبُ الصَّالِحِينَ قَبْلَكُمْ وَإِنَّ قِيَامَ اللَّيْلِ قُرْبَةٌ إِلَى اللَّهِ وَمَنْهَاةٌ عَنْ الْإِثْمِ وَتَكْفِيرٌ لِلسَّيِّئَاتِ وَمَطْرَدَةٌ لِلدَّاءِ عَنْ الْجَسَدِ
Hendaklah kalian melakukan shalat malam, karena hal itu tradisi orang-orang shalih sebelummu, mendekatkan diri kepada Allah, menghapus dosa, menolak penyakit dan pencegah dari dosa, menghapus kesalahan, dan mengusir penyakit dari tubuh." (HR. Tirmidzi)
Akhi dan Ukhti fillah…
Dapat dipahami bahwa qiyamulail selain mendekatkan diri kepada Allah dapat mencetak keshalihan dan kesehatan fisik dari penyakit dan batin dari lumuran dosa. Berbagai kebaikan dan manfaat Allah sediakan untuk hamba melalui sarana qiyamulail. Tak cukupkah dipahami, bagaimana tingkat kuatnya ruhiyah seseorang yang dapat mengusir kantuk menghasung penat lalu berangkat berwudhu untuk menghadap rabbnya. Jasadnya sesungguhnya punya hak untuk istirahat dari penat nya siang, namun sebagian waktu istirahatnya itu diabaikan demi Tuhannya.
Dari Sahal bin Sa’ad ra, ia berkata, "Malaikat Jibril datang kepada Nabi saw. lalu berkata,
يَا مُحَمَّد ، عِشْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَيِّتٌ ، وَأَحْبِبْ مَنْ أَحْبَبْتَ فَإِنَّكَ مُفَارِقُهُ ، وَاعْمَلْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَجْزِيٌّ بِهِ » ثُمَّ قَالَ : « ياَ مُحَمَّد شَرَفُ الْمُؤْمِنِ قِيَامُ الَّليْلِ وَعِزُّهُ اسْتِغْنَاؤُهُ عَنِ النَّاسِ
“Malaikat Jibril as datang kepada Nabi SAW lalu berkata : Wahai Muhamad hiduplah sebebas-bebasnya akhirnyapun kamu akan mati. Cintalah siapa saja yang kamu cintai pasti kamu akan berpisah dengannya. Berbuatlah semaumu, pasti akan dapat balasan." Kemudian ia melanjutkan, "Kemuliaan orang mukmin dapat diraih dengan melakukan shalat malam dan harga dirinya dapat ditemukan dengan tidak minta tolong orang lain." (Hakim)
Seorang da’i yang ingin mulia di sisi Allah dan di sisi manusia hendaknya ia membiasakan qiyamulail. Wajahnya akan ceria, karena dia bermunajat dengan Ar-Rahman maka terpancar lah nur dari wajahnya. Maka ia akan dicintai oleh sesama manusia karena Allah mencintainya.

QIYAMULLAIL PENYEBAB MASUK SURGA

Tirmidzi meriwayatkan dari Abdullah bin Salam dari Nabi saw. bersabda :
أَيُّهَا النَّاسُ أَفْشُوا السَّلَامَ وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ وَصَلُّوا وَالنَّاسُ نِيَامٌ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلَامٍ
“Wahai manusia sebarkanlah salam, berikanlah makanan dan shalt malamlah pada waktu orang-orang tidur, kalian kan masuk surga dengan selamat." (Tirmidzi)
Seorang da’i yang ingin berhasil dakwahnya harus menabur kasih sayang kepada seluruh lapisan masyarakat. Hal itu dapat digapai dengan wajah yang berseri-seri, mengucapkan salam, mengulurkan bantuan dan silaturahim dan pada malam hari memohon kepada Allah diawali dengan qiyamulail, namun mereka yang kontinyu melaksanakan qiyamulail sangat sedikit jumlahnya, semoga kita termasuk kelompok ini yang dapat masuk surga Allah.

KIAT-KIAT MEMPERMUDAH QIYAMULLAIL

Akhi dan Ukhti fillah…
Qiyamullail memerlukan kesungguhan dan kebulatan tekad, jika demikian akan sangat mudah merealisasikannya dengan izin Allah, berikut ini kiat-kiat pendorong meninggalkan tempat tidur untuk bermunajat dengan yang maha pengasih.
1.       Memprogram aktivitas 24 jam
2.       Memahami kebutuhan jasmani, aqli dan rohani dan diberikan dengan seimbang
3.       Menghindari maksiat. Sufyan Ats-tsauri berkata: “saya sulit sekali melakukan qiyamulail selama lima bulan disebabkan satu dosa yang saya lakukan”
4.       Mengetahui fadhilah dan keistimewaannya
5.       Merasakan bahwa Allah dan Rasul-Nya yang mengajak Anda untuk qiyamulail
6.       Tidur sesuai dengan adab Islam
7.       Memahami bahwa Allah tertawa karena Anda melakukan shalat
8.       Memohon kepada Allah agar dipermudah bangun malam.
9.       Mempunyai perasaan bermunajat dengan Allah yang maha kasih sayang
Inilah yang dapat disajikan kepada akhi dan ukhti fillah, tentang urgensi, keutamaan dan kiat-kiat qiyamullail. Semoga memberikan motivasi kepada kita menjadi orang yang dekat dengan Allah, mulia disisi Allah dan disisi manusia yang akhirnya menjadi penghuni surga.
Akhi dan Ukhti fillah…
Untuk kemenangan dakwah. Untuk kejayaan Islam. Demi berkibarnya panji-panji Muhammad. Demi tegaknya keadilan di muka bumi dan tersebarnya rahmat Allah. Bangunlah akhi, ukhti di sepertiga malam terakhir. Ketuk lah pintu langit. Jika berjuta tangan mengetuk untuk satu tujuan, satu keinginan, akan terasa kuat getaran dan gedoran nya. Dan Allah tidak pernah mengingkari janji
Rasulullah saw. bersabda,
يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ
"Tuhan kita Tabaraka wa Ta'ala turun pada setiap malam ke langit dunia, saat tersisa sepertiga malam terakhir lalu Dia berfirman, 'Siapa yang berdoa kepada-Ku pasti Aku kabulkan, siapa yang meminta-Ku pasti Aku beri, dan siapa meminta ampunan kepada-Ku Aku akan mengampuninya." (Bukhari Muslim).

Kamis, 08 Mei 2014

Akhlaq Daiyah



Ikhwah wal akhawat rahimakumullah

Dalam satu kaidah disebutkan : “Jangan remehkan soal peneguhan akhlak. Hati sekeras batu milik para kafir Quraisy pun dapat luluh dengan akhlak mulia”.
Islam bukan sekedar tujuan tapi juga cara. Artinya kalau kita mempunyai cita-cita menegakkan Islam maka tidak ada cara lain untuk mencapai kecuali dengan cara (akhlak) Islam.
Hal ini juga diisyaratkan oleh Allah swt. Dalam firman-Nya: “Dan janganlah kalian seperti orang-orang yang keluar dari rumah-rumah mereka dengan congkak dan ingin dilihat oleh manusia dan menghalang-halangi (orang lain) dari jalan Allah.” (QS. Al-anfal (8) : 47)
Orang-orang kafir, sekalipun membangkang dan bersikeras memerangi Rasulullah saw., namun mereka tidak kuasa menampik kebenaran yang dibawa oleh Rasulullah saw. Mengapa?
Selain faktor hidayah dari Allah swt.- yang membuat hati banyak orang yang semula lebih keras dari batu, bisa tiba-tiba luluh, dan tak berdaya selain tunduk dan pasrah kepada seruan Rasulullah saw. adalah karena Islam adalah kebenaran mutlak yang pasti sesuai dengan fitrah manusia. Namun ada faktor lain yang menempati posisi amat bermakna untuk membuat seseorang tersentuh fitrahnya yakni: akhlak.

Ikhwah wal akhawat ad-da’iyah

Bahwa keindahan akhlak yang ditampilkan Rasulullah saw telah membungkam segala hujjah orang yang mendustakan Rasulullah saw. Karenanya hal yang paling mungkin mereka tuduhkan kepada Rasulullah saw. adalah bahwa beliau seorang tukang sihir atau berpenyakit gila. Meski akhirnya tuduhan itu tak dapat juga mereka buktikan.
Karena itu, semangat menegakkan kebenaran (syari’at Islam) bukan alasan untuk mengabaikan akhlak islami. Bahkan justeru semangat itu seharusnya mendorong untuk meningkatkan kualitas akhlak.
Prinsip itu berlaku universal dan dipraktikan oleh para nabi sebelum Rasulullah saw. Lihat, bagaimana Allah swt. mengutus Nabi Musa dan Nabi Harun untuk menghadapi Firaun. Bukan untuk semata-mata menawarkan kebenaran, namun untuk menawarkan kebenaran dengan memakai akhlak. “Pergilah kamu berdua kepada Firaun sesungguhnya dia telah melampaui batas. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut (kepada Allah).” (QS. Thaha (20) : 43-44)
Rasulullah saw. pun mendapat perintah yang sama. “Siapakah yang lebih baik perkataannya dari pada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal saleh dan berkata, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri. Dan tidaklah sama antara kebaikan dengan keburukan. Maka tolaklah (keburukan) itu dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antara kamu dengan dia ada permusuhan menjadi seolah-olah telah menjadi teman setia.” (QS. Fush-shilat : 33-34)
Kedua ayat di atas menunjukkan akhlak dalam berdakwah dengan segala tantangannya sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang mau menerima kebenaran atau tidak, menjadi tunduk hatinya atau semakin congkak, menjadi suadara seiman atau semakin menjadi-jadi permusuhannya.
Karenanya, dakwah yang penuh cacian dan makian, kepada siapa pun: penguasa, kelompok lain yang tidak sehaluan, orang yang tidak mau mengikuti seruan dakwahnya adalah bertentangan dengan akhlak Islam. Selain tidak sesuai dengan esensi kebenaran itu sendiri cacian dan makian itu tidak akan menambah keimanan dan amal. Alih-alih meningkatkan pemahaman dan kesiapan untuk berjuang, hal itu justeru semakin menyuburkan penyakit-penyakit hati seperti iri, dengki, kebencian, dan kesumpekan dada.

Ikhwah wal akhawat hafidzokumullah

Marilah kita saksikan salah satu dari banyak sudut akhlak Rasulullah saw. Al-kisah di sudut pasar Madinah ada seorang pengemis Yahudi buta yang setiap harinya selalu berkata kepada setiap orang yang mendekatinya, "Wahai saudaraku, jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya maka kalian akan dipengaruhinya" .
Namun, setiap pagi Muhammad Rasulullah SAW mendatanginya dengan membawakan makanan, dan tanpa berucap sepatah kata pun Rasulullah SAW menyuapkan makanan yang dibawanya kepada pengemis itu sedangkan pengemis itu tidak mengetahui bahwa yang menyuapinya itu adalah
Rasulullah SAW. Rasulullah SAW melakukan hal ini setiap hari sampai beliau wafat.
Setelah wafatnya Rasulullah SAW, tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu. Suatu hari sahabat terdekat Rasulullah SAW yakni Abubakar RA berkunjung ke rumah anaknya Aisyah RA yang tidak lain tidak bukan merupakan isteri Rasulullah SAW dan beliau bertanya kepada anaknya itu, : "Anakku, adakah kebiasaan kekasihku yang belum aku kerjakan?". Aisyah RA menjawab,: "Wahai ayah, engkau adalah seorang ahli sunnah dan hampir tidak ada satu kebiasaannya pun yang belum ayah lakukan kecuali satu saja". "Apakah Itu?", tanya Abubakar RA. "Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang ada di sana ", kata Aisyah RA. Keesokan harinya Abubakar RA pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikan kepada pengemis itu. Abubakar RA mendatangi pengemis itu lalu memberikan makanan itu kepadanya.
Ketika Abubakar RA mulai menyuapinya, sipengemis marah sambil menghardik, "Siapakah kamu?". Abubakar RA menjawab, : "Aku orang yang biasa (mendatangi engkau)." "Bukan! Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku" , bantah si pengemis buta itu.
"Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut, setelah itu ia berikan padaku", pengemis itu melanjutkan perkataannya.
Abubakar RA tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu, ;"Aku memang bukan orang yang biasa datang padamu. Aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW".
Seketika itu juga pengemis itu pun menangis mendengar penjelasan Abubakar RA, dan kemudian berkata, :"Benarkah demikian? Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikit pun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia.... " Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat di hadapan Abubakar RA, saat itu juga dan sejak hari itu menjadi muslim.
Demikianlah akhi da’iyah, bisakah kita meneladani kemuliaan akhlaq Rasulullah SAW? Atau adakah setidaknya niatan untuk meneladani beliau? Beliau adalah ahsanul akhlaq  (semulia-mulia akhlaq).
Kalaupun tidak bisa kita meneladani beliau seratus persen, alangkah baiknya kita berusaha meneladani sedikit demi sedikit, kita mulai dari apa yang kita sanggup melakukannya.

Ikhwani wa akhawati as’adakumullah hayatakum

Untuk mengeksiskan akhlak dalam tubuh seorang da’iyah maka harus dilakukan dengan dua langkah secara bersamaan. Langkah pertama adalah takhliyah, yakni membesihkan diri dari segala akhlak yang buruk. Dintaranya adalah al-bathar (congkak) dan riya (beramal demi untuk dilihat manusia). Mengapa dua penyakit hati itu disebut secara khusus?
Kesombongan akan melemahkan posisi da’i dalam menghadapi perjuangan, baik yang muncul karena sebab kelebihan ilmu, wawasan, atau informasi. Ini sering mengakibatkan dirinya mudah mengambil kesimpulan, keputusan, atau bahkan memvonis keadaan. Jelas cara ini sangat berbahaya. Karena dengan cara seperti itu seorang da’i bisa terjebak dalam pandangan yang over estimasi tentang dirinya dan sebaliknya under estimasi tentang orang lain dan keadaan yang dihadapinya. Ini pernah menjadi catatan pahit kaum muslimin di masa lalu, sebagaimana Allah rekam dalam ayat-Nya:
“Sungguh Allah telah menolong kalian di banyak tempat dan pada hari (perang) Hunain, saat jumlah kalian yang banyak membuat kalian bangga tapi ternyata tidak berguna sama sekali bagi kalian (jumlah tersebut), dan bumi kalian rasakan menjadi sempit padahal ia luas, kemudian kalian berpaling dengan membelakang. Kemudian Allah menurunkan ketenteraman-Nya atas rasul-Nya dan atas orang-orang beriman dan menurunkan bala tentara yang kalian tidak dapat melihatnya, dan menyiksa orang-orang kafir. Dan itulah balasan bagi orang-orang kafir.” (QS. At-Taubah (9) : 25-26)
Kesombongan juga bisa muncul dalam bentuk mengangkat diri sendiri melebihi kapasitas sebenarnya. Sejarah telah membuktikan bahwa tidak ada kemenangan yang dicapai oleh kesendirian, namun kemenangan Islam adalah kemenangan kolektif dan dihasilkan dari “amal jama’i yang segala keputusannya lahir dari musyawarah (syura).
Riya juga menempati posisi penting dalam faktor-faktor penyebab kegagalan dakwah dan perjuangan Islam. Sebelum riya itu berdampak buruk dalam kaitan interaksi sesama manusia, ia terlebih dahulu merupakan penyakit yang dimurka Allah swt. Sampai-sampai Rasulullah saw. menjelaskan bahwa alih-alih mendapatkan pahala, orang yang beramal dengan riya lebih layak menjadi penghuni neraka. Karena memang orang yang riya bukan mencari ridho Allah dengan amalnya. Atau mencari ridho Allah sambil mencari pujian manusia. Dan Allah tidak suka cara seperti itu. Lalu, bagaimana bisa mendapatkan pertolongan Allah swt. jika dalam beramal yang diinginkan adalah keridhoan manusia?
Sombong dan riya ini merupakan induk dari akhlak buruk yang akan memunculkan perilaku buruk lainnya. Karena itu dapat dimengerti jika larangan sombong dan riya kemudian diikuti larangan menghalang-halangi orang lain dari jalan Allah. Apa maksudnya?
Bukan dakwah dan perjuangannya, tentu, yang menghalang-halangi manusia dari jalan Allah, melainkan sifat dan akhlak buruk yang menyertai dakwah dan perjuangan itu. Akhlak buruk bisa menyebabkan orang lari dari dakwah dan bahkan dari Islam itu sendiri. Dan jika ada orang yang lari dari Islam gara-gara kita berakhlak buruk kita dianggap telah menghalang-halangi orang lain dari jalan Allah.
Maka, sifat-sifat buruk ini perlu dibersihkan dari diri kita, para da’i. itulah takhliyah. Namun tidak cukup dengan hanya takhliyah. Sikap berikutnya adalah tahliyah yakni menghiasi diri dengan segala akhlak terpuji. Dan Rasulullah saw. telah melakukan keduanya, yang karenanya Allah swt. memujinya, “Dan engkau sungguh memiliki akhlak yang agung.”

Ikhwah fillah…

Setiap manusia mempunyai fitrah untuk menghiasi diri. Tapi sayangnya, banyak manusia yang tidak mengetahui perhiasan yang terbaik bagi dirinya. Ada yang menghiasi diri dengan logam mulia seperti emas dan berlian. Ada pula yang menghiasi diri dengan kosmetik. Semua ditujukan guna menampilkan diri dalam bentuk yang paling indah.
Bagi seorang Muslim terutama seorang da’iyah, perhiasan terindah adalah akhlak mulia. Inilah perhiasan yang dapat dikenang sepanjang masa. Inilah perhiasan yang menjadikan pemiliknya mulia di hadapan manusia dan Allah SWT. Dengan akhlak mulia, seorang Muslim akan terlihat anggun dan cantik. Setiap orang yang melihatnya akan terkesima dan kagum oleh keindahan akhlaknya.
Dalam pandangan Rasulullah SAW, akhlak mulia menjadi bukti kemuliaan seorang Muslim. Beliau bersabda, ''Sesungguhnya orang yang paling baik keislamannya adalah yang paling indah akhlaknya.'' (HR. Ahmad) Menghiasi diri dengan akhlak mulia berarti mempertegas diri sebagai manusia, karena dengan akhlak akan terlihat perbedaan manusia dengan hewan. Dengan akhlak pula akan terlihat sisi keteraturan hidup manusia yang tidak dimiliki hewan.
Dengan demikian, manusia yang tidak peduli dengan akhlak sesungguhnya ia sedang menuju derajatnya yang paling rendah. Tanpa akhlak, manusia akan seenaknya melakukan apa saja tanpa peduli apakah tindakannya berbahaya bagi orang lain atau tidak.
Allah SWT berfirman, ''Sungguh telah Kami ciptakan manusia dalam bentuk yang paling sempurna. Kemudian Kami kembalikan manusia kepada derajat yang paling rendah.'' (QS al-Tin [95]: 5-6).
Dalam konteks kehidupan bermasyarakat, akhlak mulia menjadi kunci keberlangsungan suatu masyarakat. Artinya, keberadaan suatu masyarakat hanya bernilai jika telah mempraktikkan akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari. Sebaliknya, jika akhlak mulia sudah ditinggalkan oleh suatu masyarakat, maka lonceng kematian masyarakat itu hanya tinggal menunggu waktu.
Masyarakat tanpa akhlak mulia seperti masyarakat rimba di mana pengaruh dan wibawa diraih dari keberhasilan menindas yang lemah, bukan dari komitmen terhadap integritas akhlak dalam diri.
Dalam Islam, akhlak bukanlah ajaran yang layak dipandang sebelah mata. Perhatian Islam terhadap akhlak sama seperti perhatian terhadap masalah akidah dan syariah. Ini menjadi bukti bahwa Islam bukanlah agama yang hanya kaya dengan teori normatif tetapi juga agama yang menekankan kepada pengamalan praktis.
Perjalanan dakwah Islam membuktikan bahwa keberhasilan Nabi Muhammad SAW berdakwah bukanlah hanya karena keluhuran ajaran Islam tetapi juga karena akhlak mulia yang langsung dipraktikkan oleh beliau dalam setiap langkah kehidupannya.

Jumat, 02 Mei 2014

ADAB MAKAN DAN MINUM



1. Makan makanan yang halal. Yang haram menurut Al-Quran : bangkai, darah, daging babi, binatang tg disembelih selain nama Allah. (QS. 2:173)

2. Minum minuman yg halal. Yang haram menurut Al-Quran : khamr (arak). (QS 5:90)

3. Makan setelah lapar, berhenti sebelum kenyang
“Kami adalah kaum yang tidak makan sebelum lapar, dan jika makan kami tidak sampai kenyang.” (Syaikh bin Baz: makna hadits benar, sanad lemah)

4. Larangan Menggunakan Piring/Gelas Dari Emas Dan Perak
ولا تشربوا في آنية الذهب والفضة، ولا تأكلوا في صحافهما، فإنها لهم في الدنيا ولكم في الآخرة
Artinya : "Dan janganlah kalian minum dari gelas emas atau perak, dan jangan (pula) makan menggunakannya.bahwa itu (piring/gelas dari emas dan perak) untuk mereka (non-muslim) didunia dan untuk kita diakherat." (HR Bukhori, Muslim, Ahmad, At-tirmidzi, An-Nasai, Abu Daud dan Ibnu Majah)
5. Larangan Makan dan Minum Dengan Posisi Bersandar
Diriwayatkan dari Abu Juhaifah berkata :
كنتُ عِنْد رَسُول الله - صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسلم - فَقَالَ لرجلٍ عِنْده : أَنا لَا آكُلُ وَأَنا مُتَّكِئٌ
Artinya : "Aku pernah bersama Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam ketika beliau berkata kepada seseorang yang bersamanya juga : Aku tidak makan dalam posisi bersan, dar." (HR Bukhori, Ahmad, At-tirmidzi, Abu Daud dan Ibnu Majah)
6. Mendahulukan Makan Dari Pada Sholat Isya Ketika Makanan Telah Siap
إذا وضع العشاء وأقيمت الصلاة فابدؤوا بالعشاء
Artinya : "Jika hidangan makan malam telah siap dan iqomah sholat telah dikumandangkan maka mulailah dengan makan malam." (HR Bukhori, Muslim, Ahmad, At-thirmidzi, An-Nasai dan Ad-Darimi)
Rosulullah Shalallahu 'alaihi wasallam juga bersabda :
إذا وضع عشاء أحدكم وأقيمت الصلاة فابدؤوا بالعشاء ولا يعجل حتى يفرغ منه
Artinya : "Jika telah siap hidangan makan malam untuk kalian dan (juga) telah dikumandangkan iqomah sholat, maka mulailah dengan makan malam dan jangan terburu-buru sampai selesai (dari makan malam)." (HR Bukhori, Muslim, Ahmad, At-thirmidzi, Abu Daud, Ad-Darimi dan An-Nasai)
7. Membaca Basmalah Sebelum Makan Dan Minum, Hamdalah Setelahnya
Diriwayatkan dari Umar bin Abi Salamah berkata :
كنتُ غُلاما في حجْرِ رسول الله -صلى الله عليه وسلم- ،وكانت يَدي تطيشُ في الصحفَة ، فقال لي رسول الله -صلى الله عليه وسلم- : ياغلامُ ، سَمَّ اللَّه ، وكلْ بيمينك ، وكلْ مما يلَيك
Artinya : "Ketika aku masih kecil dalam didikan Rasulullah Shalallahu 'alaihi Wasallam, dan tanganku mengambil makanan dari segala sisi piring. maka berkata kepadaku Rasulullah Shalallahu 'alaihi Wasallam : Wahai anak, bacalah basmalah, dan makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah apa yang dekat darimu." (HR Bukhori, Muslim, Ahmad, Abu Daud dan Ibnu Majah)
Dan membaca hamdalah setelah makan atau minum, sesuai dengan sabda Rasulullah Shalallahu 'alaihi Wasallam :
من أكل طعاما فقال الحمد لله الذي أطعمني هذا ورزقنيه من غير حول مني ولا قوة غفر له ما تقدم من ذنبه
Artinya : "Barang siapa yang setelah makan membaca Alhamdulillahilladzi ath'amani hadza wa rozaqanihi min ghoiri haulin minni wala quwwah maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR At-Tirmidzi. Al-Albani berkata : hadits hasan)
8. Makan Dan Minum Dengan Tangan Kanan
لاتأكلوا بالشمال فإن الشيطان يأكل بالشمال
Artinya : "Janganlah kalian makan dengan tangan kiri, karena setan makan menggunakan tangan kiri." (HR Muslim, Ahmad dan Ibnu Majah)
9. Memakan Makanan Dari Yang Terdekat
”Bacalah Basmalah & ambillah makanan yg ada didekatmu.” [HR. Bukhari No.4959]

10. Tidak makan setelah berkurang panasnya
Dari Asma' binti Abi Bakar -radhiallahu 'anhuma- :

أنها كانت إذا ثردت (أي أعدت ثريدا) غطته شيئا حتى يذهب فوره، ثم تقول: إني سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول"إنه أعظم للبركة"

Artinya : "Bahwa ketika dia (Asma' binti Abi Bakar) menyiapkan bubur, kemudian dia menutupnya sampai berkurang panasnya. dia berkata : aku pernah mendengar dari Rasulullah Shalallahu 'alaihi Wasallam bersabda : Begitu adalah lebih besar berkahnya." (HR Ad-Darimi dan Ahmad)
11. Tidak Mencela Makanan
ماعاب رسول الله صلى الله عليه وسلم طعاما قط، كان اذا اشتهى شيئا أكله وإن كرهه تركه
Artinya : "Rasulullah Sholallahu 'alaihi Wasallam tidak pernah mencela makanan sama sekali. Jika beliau mau maka beliau memakannya, dan jika tidak makan beliau meninggalkannya." (HR Bukhori, Muslim, Ahmad dan At-Tirmidzi)
12. Tidak Meniup Pada Air Minum atau makanan
إذا شرب أحدكم فلا يتنفس في الإناء
Artinya : "Jika salah seorang dari kalian hendak minum, maka jangan meniup ke (air) dalam bejana." (HR Bukhori, Muslim dan Ahmad)
13. Tidak Minum Langsung Dari Mulut Teko
نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن الشرب من فم القربة أو السقاء
Artinya : "Rasulullah Shalallahu 'alaihi Wasallam melarang minum langsung dari mulut ceret atau teko." (HR Bukhori dan Ahmad)
14. Disunahkan Untuk Makan Bersama
طعام الواحد يكفي الاثنين، وطعام الاثنين يكفي الأربعة، وطعام الأربعة يكفي الثمانية
Artinya : "Makanan satu orang cukup untuk dua orang, dan makanan dua orang cukup untuk empat orang, dan makanan empat orang cukup untuk delapan orang." (HR Muslim, Ahmad dan At-Tirmidzi)
Beliau juga bersabda :
فاجتمعوا على طعامكم واذكروا اسم الله عليه يبارك لكم فيه
Artinya : "Berkumpulkan ketika makan dan bacalah nama Allah maka Allah akan memberkati kalian dalam makanan itu." (HR Abu Daud dan Ahmad)
15. Tidak Berlebihan Dalam Makan Dan Tidak Juga Kekurangan
فثلث لطعامه وثلث لشرابه وثلث لنفسه
Artinya : "Sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga untuk nafas." (HR At-Tirmidzi, Ahmad dan Ibnu Majah)
16. Haram Duduk Pada Tempat Makan Yang Ada Minuman Kerasnya
Diriwayatkan dari Umar bin Al-Khattab :
نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن مطعمين، عن الجلوس على مائدة يُشرب عليها الخمر، وأن يأكل الرجل وهو منطح على بطنه
Artinya : "Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam melarang dari dua macam makan. Dari duduk ditempat yang dihidangkan minuman keras, dan makan dengan posisi telungkup." (HR At-Tirmidzi dan Ad-Darimi)
17. Dilarang makan sambil berdiri
Dari Anas radhiyallahu anhu dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam : “Sesungguhnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam melarang seseorang untuk minum berdiri”. Qatadah (seorang tabi’in) berkata : “Kami bertanya kepada Anas, ‘Bagaimana dengan makan sambil berdiri?’ Anas menjawab, ‘Yang demikian itu lebih jelek dan lebih buruk.’ (HR. Muslim)

Hadits yang membolehkan minum sambil berdiri:
Dari Ibnu Abbas beliau mengatakan, “Aku memberikan air zam-zam kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka beliau lantas minum dalam keadaan berdiri.” (HR. Bukhari no. 1637, dan Muslim no. 2027)