Rabu, 29 September 2010

ADAB SAFAR

1. Berpamitan kepada saudara, tetangga, dan teman-temannya, dan mengucapkan doa kepada mereka :

َسْتَوْدِعُ اللَّهَ أَمَانَتَكَ وَدِينَكَ وَخَوَاتِيمَ أَعْمَالِكَ

Artinya, “Aku menitipkan kepada Allah Ta’ala agama, amanah, dan penghujung amal perbuatanmu.” (HR. Abu Dawud).

Sedangkan orang yang ditinggalkan mengucapkan doa :

زَوَّدَكَ اللَّهُ التَّقْوَى وَغَفَرَ ذَنْبَكَ ، وَوَجَّهَكَ إِلَى الْخَيْرِحَيْثُ تَوَجَّهْتَ

Artinya, “Semoga Allah Ta’ala membekali ketakwaan untukmu, mengampuni dosamu, dan memalingkanmu kepada kebaikan di mana saja kamu berada” hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Sesungguhnya Luqman berkata, “Sesungguhnya Allah lapabila dititipkan sesuatu kepadaNya, niscaya Dia akan menjaganya.” (HR. an-Nasa’i dengan sanad yang jayyid)

Nabi saw bersabda: Apabila seorang muslim akan bepergian, ia harus memberitahukan saudara-saudaranya. Begitu pula wajib bagi saudara-saudaranya menemui ketika ia kembali.

2. Ketika mengendarai kendaraan membaca doa :

سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ، وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُونَ اللَّهمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ فِي سَفَرِنَا هَذَا البِرَّ وَالتَّقْوَى ، وَمِنَ اْلعَمَلِ مَا تَرْضَى ، اللَّهمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا فِي سَفَرِنَا هَذَا ، وَاَطْوِ عَنَّا بُعْدَهُ ، اللَّهمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِي السَّفَرِ، وَالْخَلِيْفَةُ فِي اْلأَهْلِ ، اللَّهمَّ إِنيِّ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ، وَكَآبََةِ الْمَنْظَرِ ، وَسُوْءِ المُنْقَلَبِ فِي الْمَالِ وَ اْلأَهْلِ وَالْوَلَدِ

Artinya, “Dengan nama Allah dan demi Allah, dan Allah Maha Besar, aku bertawakkal kepada Allah, dan tidak ada daya dan upaya kecuali dengan izin Allah Yang Maha Agung lagi Maha Tinggi, karena kehendak Allah sesuatu terjadi, adapun jika Allah tidak menghendaki, maka tidak akan terjadi. “Maha Suci Allah yang telah menjalankan kami, dan sebelumnya kami tidak mampu, dan hanya kepada Rabb kami, kami kembali, Ya Allah! sesungguhnya aku memohon kepadaMu kebaikan dan ketakwaan di dalam perjalanan kami. Begitu pula amal yang Engkau ridhai. Ya Allah mudahkan/ ringankanlah perjalanan kami ini, dan jadikan perjalanan yang jauh menjadi dekat dari kami. Ya Allah! Engkaulah teman di dalam perjalanan, dan Pemimpin/ Penjaga keluarga dan harta. Ya Allah! sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari lelahnya perjalanan, dan sedihnya pemandangan, serta kesia-siaan tempat kembali, dan buruknya pemandangan pada harta, keluarga, dan anak.” (HR. Abu Daud, Shahih).

3. Sepanjang perjalanan memperbanyak Dzikir ((kitab Mafatihul Jinan, bab 2, halaman 303).

4. Ditemani oleh 3, 4 orang yang shalih, terutama malam hari.

“Seorang pengendara (musafir) itu adalah setan, dua orang pengendara itu adalah dua setan, dan tiga orang pengendara adalah sekelompok musafir.” (HR. Abu Daud, an-Nasa’i dan at-Tirmidzi, hadits shahih)

“Seandainya manusia mengetahui apa (bahaya) yang terdapat dalam kesendirian seperti yang kuketahui, niscaya tidak ada seorang pun yang bersafar pada waktu malam hari seorang diri.” (HR. al-Bukhari).

5. Mengangkat pemimpin diantara orang-orang yang safar.

“Apabila tiga orang keluar untuk bersafar, maka hendaklah mereka mengangkat salah seorang di antara mereka untuk menjadi pemimpin/ amir.” (HR. Abu Daud).

6. Ketika keluar rumah membaca doa :

بِسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ، لا حَوْلَ وَلا قُوَّةَ إِلا بِاللَّهِ اللَّهمَّ إني أعوذ بك أَن أَضِلَّ أو أُضَلَّ ، أَو أَزِلَّ أو أُزَلَّ ، أو أَجهَلَ أو يُجهَلَ عليَّ

Artinya, “Dengan nama Allah, aku bertawakkal kepada Allah, dan tidak ada daya dan upaya kecuali dengan izin Allah, Ya Allah! sesungguhnya aku berlindung kepadaMu, jangan sampai aku sesat atau disesatkan (syetan atau orang yang berwatak syetan), atau tergelincir dan digelincirkan (orang lain), atau dari berbuat bodoh atau dibodohi.” (HR. Abu Daud).

7. Hendaklah safar pada hari Kamis pagi.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar menuju perang Tabuk pada hari Kamis. Dan telah menjadi kebiasaan beliau untuk bepergian pada hari Kamis.[HR. Bukhari no. 2950.]

Do’a Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada waktu pagi,

Ya Allah, berkahilah umatku di waktu paginya.” (HR. Abu Daud)

8. Mengucapkan takbir ketika melewati tempat yang tinggi,

Dari Abu Hurairah, “Bahwasanya seorang lelaki bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku hendak bersafar, maka berilah aku nasehat” Beliau menjawab, “Hendaklah kamu bertakwa kepada Allah Ta’ala, dan mengucapkan takbir (bertakbir) ketika melewati tempat yang tinggi.” (HR. at-Tirmidzi, hadits hasan).

9. Apabila takut terhadap gangguan makhluk, membaca doa :

أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ

Artinya, “Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan makhluk yang Dia ciptakan.” (HR. Muslim)

10. Banyak berdoa, karena doa orang yang safar mustajab.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Terdapat tiga doa yang mustajab yang tidak diragukan lagi padanya: do’a orang yang dizhalimi, do’a orang yang bersafar, dan do’a orang tua kepada anaknya.” (HR. at-Tirmidzi, hadits hasan).

11. Apabila telah selesai hajatnya, menyegerakan pulang.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Safar adalah sepotong dari adzab (siksaan), Ia menghalangi salah seorang di antara kalian dari makan, minum, dan tidurnya. Maka apabila salah seorang di antara kalian telah menyelesaikan hajatnya dari safarnya, hendaklah dia segera pulang ke keluarganya.” (Muttafaq ‘alaih).

12. Diusahakan tidak pulang ke keluarganya malam hari. (HR. Bukhari dan Muslim)

13. Untuk perempuan tidak boleh bepergian memakan waktu sehari, kecuali bersama muhrimnya.

“Tidak halal bagi seorang perempuan bersafar yang memakan waktu perjalanan sehari semalam kecuali bersama mahramnya.” (Muttafaq ‘alaih).

14. Tidak mendengarkan nyanyian yang sia-sia.

“Malaikat tidak akan menemani safar seseorang yang ditemani anjing dan membawa lonceng/alat musik.” (HR. Muslim)

15. Dalam safar, shalat boleh dijamak, dan dianjurkan Qoshor.

Ibnu Abbas menuturkan: "Adalah Rasulullah saw menjamak shalat Dhuhur dengan Ashar, Magrib dengan Isya di Madinah, tanpa karena ada rasa takut (penyerangan musuh) juga tanpa karena adanya hujan lebat". Ibnu Abbas lalu ditanya, mengapa Rasulullah saw melakukan hal itu? Ibnu Abbas menjawab: "Hal itu dimaksudkan agar tidak memberatkan ummatnya" (HR. Muslim).

Rasulullah ketika ditanya Umar bin Khattab mengenai Shalat di-qoshor, “Ia suatu sedekah yang telah disedekahkan oleh allah kepada kamu. Oleh karena itu, terimalah sedekah Allah.” (HR. Muslim)

Ibnu ‘Umar ( رضي الله عنه‎ ) berkata:

“Aku pernah menemani Rasulullah () dalam perjalanannya dan beliau tidak pernah mengerjakan shalat lebih dari dua rakaat (bagi setiap shalat). Demikian juga dengan Abu Bakar, ‘Umar, dan ‘Usman radhiyallåhu ‘anhum. (HR Muslim No. 689)

16. Boleh shalat diatas kendaraan.

Ibnu Umar ia berkata, "Rasulullah saw ditanya tentang salat di atas kapal, maka jawabnya: 'Salatlah di sana sambil berdiri, kecuali jika kamu takut tenggelam'!" (HR Daaraquthni dan Hakim menurut syarat Bukhari dan Muslim)

17. Melakukan shalat 2 rakaat ketika pergi dan pulang dari safar.

Jika engkau keluar dari rumahmu, maka lakukanlah shalat dua raka’at yang dengan ini akan menghalangimu dari kejelekan yang berada di luar rumah. Jika engkau memasuki rumahmu, maka lakukanlah shalat dua raka’at yang akan menghalangimu dari kejelekan yang masuk ke dalam rumah.”

(HR. Al Bazzar).

18. Dianjurkan Shalat Sunat Qobla Subuh.

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:

“Kegigihan dan kesungguhan Rasulullah () dalam memelihara shalat sunnah sebelum Subuh lebih besar daripada shalat sunnah yang lainnya sehingga beliau tidak pernah meninggalkannya. Begitu pula shalat witr, sama ada ketika dalam perjalanan mau pun ketika sedang di rumah… Tidak pernah dinukil bahwa Rasulullah () mengerjakan shalat sunnah rawatib selain shalat sunnah sebelum subuh dan shalat witr dalam perjalanannya.” (Zaadul Ma’aad fii Hadyi Khairil ‘Ibaad, 1/315)

19. Apabila sudah pulang, disunnahkan berkumpul dengan istri.

“Artinya : Jangan tergesa-gesa hingga engkau dapat datang pada waktu malam -yaitu ‘Isya’- agar ia (isterimu) sempat menyisir rambut yang kusut dan mencukur bulu kemaluannya. Selanjutnya, hendaklah engkau menggaulinya” (HR. Bukhåriy, Muslim, Ahmad, al-Baihaqiy)